Sejarah
A. Pendahuluan
SAMAN merupakan tari tradisional masyarakat Gayo atau suku Gayo yang mendiami Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara dan masyarakat Gayo yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang (Tamiang Hulu), Aceh Timur (daerah Lokop atau Serbejadi). Sementara masyarakat Gayo yang berada di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah tidak memiliki tari saman, Jadi jika ada kesenian saman yang dipertunjukkan di daerah Aceh Tengah atau Kabupaten Bener Meriah, pemainnya adalah mereka yang berasal dari Gayo Lues dan telah menetap di kedua Kabupaten tersebut.
Sejarah tari saman secara pasti belum dapat diketahui karena kurangnya bahkan belum adanya peneliti yang mengkaji masalah ini secara ilmiah, selain itu factor utama penyebab tidak diketahuinya asal usul tari saman disebabkan oleh rendahnya budaya tulis baca pada masyarakat Gayo pemilik asli tari saman ini, sehingga cerita mengenai saman hanya disampaikan dari mulut ke mulut (istilah orang Gayo kéné bekéné yang artinya konon kata orang).
Sampai saat ini tulisan tentang saman dapat dihitung dengan jari di antaranya pada jurnal Pestival Tari Tradisional Indonesia tahun 1977, Diskripsi Saman oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kanwil Aceh tahun 1991, Sejarah Kesenian Tradisional oleh Tgk. Hasan Basri tahun 2006, Pilar-pilar Kebudayaan Gayo Lues oleh Drs. Tantawi, MA dan Drs. Bunyamin tahun 2008, Tari Saman oleh H.S. Aman Budi dan Marwan Syehbi serta Tari Saman oleh Dr. Rajab Bahry, M.Pd.
Kurangnya data tertulis tentang saman menyebabkan tidak dapat diketahui dengan pasti kapan dan darimana asal kata saman itu sendiri. Padahal menurut pengakuan orang tua, sebelum Belanda datang ke daerah Gayo tari saman telah hidup dengan subur pada suku Gayo, terutaman di daerah Blangkejeren. Hal ini dapat kita buktikan bahwa dalam kamus Belanda yang berjudul “ Gayosche-Nederlandech Wooddenboek met Nederlandsch – Gajosch Register, Batavia : Landsrukkerij Hazeu, G.A.J. Hazeu tahun 1907 telah mencantumkan kata saman”.
Karena tidak adanya sumber yang tertulis, tidak dapat diketahui dengan pasti asal usul saman. Namun dari penuturan yang dihimpun dari berbagai kalangan yang berdomisili di Gayo Lues, asal kata saman berasal dari nama seorang ulama yang mengembangkan agam Islam di daerah Gayo yang bernama Syeh Saman. Dari nama ulama inilah kemudian tari yang dilakukan oleh masyarakat pada masa itu disebut saman, sehingga dari pendapat yang sederhana ini dapat pula diduga bahwa tari saman sudah dimulai sejak agama Islam masuk ke dataran tinggi Gayo, namun tentang tahunnya sampai saat ini belum ada data yang tertulis.
Selain dari asal usul yang telah disebutkan di atas ada juga masyarakat yang menuturkan bahwa tari saman berasal dari kesenian masyarakat Gayo pada masa itu yang bernama Pok-ane, kesenian ini mengandalkan tepukan kedua belah tangan dan tepukan tangan ke paha sambil bernyanyi riang. Ketika melihatnya Syeh Samanterinspirasi untuk memanfaatkan kesenian ini untuk sarana mengembangkan agam Islam. Untuk tujuan itu, Syeh Saman ikut dalam kesenian rakyat dengan menanamkan unsur-unsur ketauhidan.
Artinya, ulama ini melatih pemuda menari dengan diawali kata-kata pujian terhadap Tuhan. Oleh karena itu, sampai sekarang tari Saman selalu dimulai dengan kata-kata keagamaan. Misalnya, mmm uo lesa, mmm uo lesa, uoooo lesa, uo lesa, lesalam aalaikum. Jika diperhatikan, kata-kata terakhir ini adalah ucapan “assalamualaikum”. Ini menandakan ajaran agama Islam selalu menyapa orang dengan ucapan salam. Selain itu ada juga saman dimulai dengan ucapan “ hemmm lailalaho, hemmm lailalaho, lahoya sare hala lemha hala lahoya hele lemhe hele “. Ungkapan ini tidak bermakna, tetapi jelas pada awalnya adalah ungkapan “ laila hailallah “.
Dengan teknik keikutsertaan dalam kesenian rakyat, ulama ini berhasil mengembangkan agama islam karena dengan cara yang digemari masyarakat yang belum menganut agama Islam lambat laun akan hafal ungkapan-ungkapan tauhid dalam Islam sekalipun belum memahami apa artinya. Demikianlah metode agama Islam mudah berkembang dan masyarakat juga tidak merasa dipaksa karena mereka merasa kesenian mereka dikembangkan oleh orang lain. Dengan demikian, adanya pelatihan yang dilakukan ulama maka kesenian tadi diberi nama Saman sesuai dengan nama ulama besar tadi.
Ada juga yang mengatakan bahwa kesenian saman berasal dari kata Arab yaitu saman yang berarti Delapan. Pendapat ini menyebutkan bahwa tarian ini pada awalnya dilakukan oleh delapan orang sehingga dinamai saman, tetapi tidak dijelaskan apakah tari ini dilakukan oleh rakyat setempat atau dilakukan oleh orang Arab. Pendapat ini sekarang agak diragukan karena pada kenyataannya saman dilakukan lebih ari delapan orang dan biasanya dilakukan dengan jumlah ganjil. Dengan jumlah ganjil ini, pemain akan terlihat harmonis sewaktu melakukan gerakan surang saring ( gerakan yang dilakukan dengan belangan ganjil keatas, sedangkan bilangan genap kebawah secara bergantian).
Dari kedua pendapat di atas, pendapat pertama lebih masuk akal karena nama kesenian ini diambil dari nama ulama yang ikut mengembangkan saman yang tujuan sebenarnya adalah pengembangan agama Islam. Pendapat kedua kurang logis karena sampai sekarang pada umumnya tari saman dilakukan dengan anggota yang ganjil.
Sebagai bagian dari khazanah perbendaharaan seni tradisional Tari Saman memiliki harga yang tidak ternilai, kesenian ini telah tumbuh dan berkembang secara turun temurun, sehingga tari saman telah dikenal di manca negara dan sudah menjadi bahagian dari kehidupan masyarakat Gayo Lues.
B. Perkembangan Saman
Dari penuturan masyarakat tentang asal usul saman, dapat dipastikan bahwa kesenian ini pada awalnya hanya dilakukan oleh masyarakat untuk hiburan semata. Seperti yang disebutkan di atas tadi bahwa kesenian ini berasal dari kesenian rakyat yang mengandalkan tepuk tangan dan juga pukulan ke paha dengan bernyayi. Kegiatan seperti ini tentu merupakan hiburan bagi anak muda yang sedang tidak bekerja.
Dalam perkembangan selanjutnya atau setelah dimanfaatkan oleh ulama besar tadi, kesenian saman berubah menjadi media pengembang agama Islam. Sebagai media pengembang agama Islam, sampai kini masih kita rasakan dalam syair-syairnya, terutama sekali dalam langkah-langkah awalnya selalu dimulai dengan salam dan syair-syair saman masih banyak yang berkaitan dengan konsep agama.
Coba perhatikan syair berikut ini Ken ama ine kite turah hormat kati ndepet sapaat ari Nabite (kepada Bapak dan Ibu kita harus hormat agar mendapat syafaat dari Rasul kita). Syair ini mengandung makna ketaatan atau kepatuhan anak kepada kedua orang tuanya. Orang tua harus dikasihi, dihormati, dan juga harus dijaga jika mereka sudah tua. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam. Jika rasa hormat kepada orang tua sudah tidak ada, ganjaran dosa tidak terelakan lagi.
Karena pentingnya menghormati orang tua, para pemain saman sering mengingatkan hal ini dengan cara menyelipkan syair-syair yang mengandung nasihat. Nilai yang dapat dipetik dari syair ini adalah nilai agama yakni harus menghormati orang tua. Dalam syair juga disebutkan bahwa orang yang hormat kepada orang tua akan mendapat syafaat dari Allah nanti.
Banyak lagi syair yang memberi bimbingan tentang agama, misalnya “kadang berdosa peh kite ku tuhen, nengon perbuetente I was sara ingi ni” (mungkin berdosa juga kita kepada Tuhan, melihat tingkah laku pada malam ini), “i belang laen dih edet gere ninget asal agama (di Blangkejeren lain sekali adat tidak ingat agama) “ I denie turah semiang kati senang kite lang-lang ho”( di dunia wajib sembahyang agar senang kita nanti/diakirat). Masih banyak lagi kata-kata dalam syair saman yang mengingatkan kita pada ajaran agama.
Perkembangan selanjutnya saman sudah dijadikan sebagai kesenian yang diikutsertakan dalam festival sehingga sudah mulai dikenal oleh orang lain. Kegiatan festival yang mulai diikuti oleh tari saman adalah pada Pekan Kebudayan Aceh (PKA ke-2) tahun 1972 di Banda Aceh. Pada waktu itu tari saman menjadi salah satu tari favorit sehingga digelari oleh Ibu Tien Soeharto sebagai “Tari Tangan Seribu”. Sejak itu tari saman mulai dikenal luas sehingga diundang dalam pembukaan Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 1974. pada tahun berikutnya tari saman diundang kembali keJakartapada tahun 1975 dalam rangka peringatan hari ulang tahun RI ke-30. Pada tahun 1977 tari saman kembali menjadi wakil Aceh dalam Festival Tari Rakyat I di Jakarta dan tahun berikutnya menjadi wakil Aceh mengikuti Festival di Jakarta. Tari saman selalu ikut dalam Pekan Kebudayaan Aceh III tahun 1988 dan Pekan Kebudayaan Aceh IV tahun 2004 di Banda Aceh. Selain itu tari saman juga pernah diundang ke Amerika, Spanyol, danMalaysia.
Perkembangan selanjutnya sudah mulai dijadikan sebagai komeditas komersil sehingga banyak berdiri sanggar tari yang memanfaatkan jasa tari saman. Perkembangan terakhir banyak muncul nama tari saman dan ada juga saman yang dimainkan wanita yang tidak tidak sesuai dengan ciri-ciri saman yang berasal dari daerah Gayo. Dengan demikian, saman sekarang sudah dikenal hampir di seluruhIndonesia, akan tetapi bahan tertulis tentang saman sangat langka.
C. Fungsi Tari Saman
Di dalam kehidupan masyarakat Gayo tari saman memiliki beberapa fungsi antara lain :
1. Sebagai hiburan, Saman yang kita kenal saat ini memiliki fungsi sebagai hiburan atau sebagai tontonan, sehingga kegiatan saman muncul pada acara tertentu seperti hari raya Aidil Fitri, Aidul Adha dan peringatan maulid nabi serta acara-acara perasmian.
2. Sebagai media komunikasi, Tari saman merupakan salah satu media tradisional yang berfungsi untuk mensyiarkan agama Islam dan sebagai media komunikasi penyebar luasan informasi. Sebagai media komunikasi tari saman berfungsi untuk mengingatkan kita akan peraturan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat serta penerapan peraturan pemerintah. Hal ini juga dapat dibuktikan dari syair-syair saman. Misalnya, “ike manut peh ko gere kueten kerna geh peh aku ku uken gere cerakiko”(kalaupun kamu hanyut tidak saya angkat karena datang saya ke udik tidak kamu tegur). Syair ini mengingatkan kita agar tidak bersifat sombong terhadap orang lain, sifat sombong akan membawa akibat pada diri sendiri. Artinya, seseorang yang sombong akan menderita karena kesombongannya sendiri.
Selain dari yang telah disebutkan di atas penari saman juga tidak jarang berkomunikasi dengan penonton terutama dengan para gadis lewat syair yang diciptakan secara spontan, dan biasanya kalau syair itu mengena dihatinya para gadis akan bersorak secara bersamaan ( he he uuuuuuu , sorakan khas gadis Gayo yang menggambarkan keceriaan) Berkaitan dengan fungsinya tari saman sebagai hiburan tidak bisa kita pisahkan fungsinya satu persatu, karena dalam konteks hiburan syair saman masih banyak bermakna nasihat, adat istiadat serta penerapan peraturan pemerintah. Dengan demikian mungkin hanya wujud fisiknya saja sebagai hiburan, sedangkan wujud hakikatnya masih dapat berjalan sebagai fungsinya.
D. Jenis dan Ciri–Ciri Tari Saman
Tari saman merupakan kesenian yang sudah merakyat dalam kehidupan masyarakat Gayo Lues dan sejak dahulu samapai sekarang setiap kampong mempunyai kelompok pemuda yang sering melakukan kegiatan saman terutama ketika berkumpul dengan teman-teman pada waktu malam. Demikian merakyatnya tari saman di Gayo Lues sehingga hampir setiap waktu yang luang para pemuda menyempatkan diri melakukan saman, misalnya sewaktu istirahat menggirik padi dan mengisi luang pada malam hari sebelum tidur.
Sumber :
- Tgk. Hasan Basri (Buku; Sejarah Kesenian Tradisional)
- Dr. Rajab. Bahry (Buku; Saman Gayo)
- Drs. Tantawi, MA dan Drs. Buniyamin (Buku; Pilar-Pilar Kebudayaan Gayo Lues)
- H. S. Aman Budi dan Marwan Syehbi (Buku; Tari Saman Gayo)
- www.lintasgayo.co